By Dwijo Suyono
JOURNALJOGJA,SLEMAN-Persoalan Cukai tembakau yang menjadi domain pemerintah tampaknya memiliki kebijakan yang dirasa merugikan berbagai elemen dalam ekosistem pertembakauan , dari hulu hingga hilirnya , terlebih lagi dengan munculnya berbagai revisi peraturan pemerintah yang menunjukan bahwa pemerintah belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat yang ada dalam ekosistem pertembakauan .
Yang terbaru ialah dengan akan naiknya cukai tembakau serta revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012. Pemerintah dalam keterangannya kepada publik terkait hal ini mengemukakan bahwa kebijakan ini sebagai komitmen pengendalian konsumsi demi kepentingan kesehatan, namun juga perlindungan terhadap buruh, petani, konsumen dan industri dengan meminimalisir dampak negatif terkait produk hasil tembakau, sekaligus melihat peluang dan mendorong ekspor hasil tembakau Indonesia , ujar Waljid budi L selaku ketua SPSI RTMM DIY dalam acara diskusi kritis media yang berlangsung pada Senin (8/8-2022) di resto Puri Mataram.
Lebih lanjut Waljid juga menegaskan bahwa kebijakan tersebut menimbulkan beberapa persoalan dan tantangan bagi masa depan ekosistem pertembakauan di Indonesia, yang pertama adalah kebijakan kenaikan cukai rokok. Pemerintah akan berencana untuk menaikan tarif cukai rokok pada tahun 2023.
Berikutnya adalah kuatnya dorongan revisi PP Nomor 109 tahun 2012 untuk memperbesar peringatan bergambar dan larangan beriklan. Kemudian tekanan dari anti tembakau untuk ratifikasi FCTC. Lebih jauh lagi , pemerintah daerah memberlakukan KTR melebihi dari PP Nomor 109 tahun 2012, yang merupakan lebih dari 300 peraturan diseluruh Indonesia.tegas Waljid.
Dtempat yang sama Pengurus Asosiasi Petani Tembakau DIY Triyanto, mengemukakan bahwa banyak petani Tembakau merasa terjerat dengan adanya PP Nomor 109 tahun 2012, apalagi nanti setelah adanya revisi.
"Petani tembakau banyak di lereng merapi, beberapa permasalahannya dengan kenaikan cukai yang terus merangkak terus, tentunya akan merugikan para petani tembakau dengan menekan bahan baku, hasil jual dari petani tidak akan mencukupi BEP," katanya .
Triyanto juga menambahkan bahwa , biaya operasional yang terus naik, namun petani tembakau tidak mendapat subsidi pupuk.
"Mohon dipertimbangkan karena petani tembakau sebagi penyumbang terbesar kepada negara," katanya.
Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Sleman, Budi Sanyoto pada kesempatan itu mengapresiasi kepada para petani tembakau. "Saya mengapresiasi para petani tembakau, walaupun merugi tapi tetap menjalani," katanya.
Budi memberi janji bahwa pihaknya akan berusaha untuk mengatasi persoalan tersebut , "Nantinya kita bersama-sama melakukan suatu upaya, agar semuanya berkeadilan, termasuk cukainya," katanya.
Terkait Perda KTR ,Budi juga menyampaikan hingga saat ini di Sleman tidak memberlakukan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). "Kami di dewan tidak pernah menolak Perda kawasan tanpa rokok,Seandainya nanti kedepannya ada Perda KTR, Sehingga nantinya dibeberapa space disediakan tempat untuk orang yang beraktivitas merokok," katanya.
Dalam acara diskusi kritis media tersebut, Budi Sanyoto mengharapkan adanya masukan dari pihak-pihak terkait, apabila suatu saat Kabupaten Sleman melahirkan Perda KTR itu. (dwi)