SENIBUDAYA
Diskusi Umbu , Ruang sastra versus Ruang Ekonomi Malioboro
By Dwijo Suyono
JOURNALJOGJA,Jogja-Yogyakarta sebagai daerah istimewa dengan geliat sastranya tampaknya masih memiliki akar kuat dikalangan masyarakat , berbagai tokoh sastrawan dan budayawan lahir dari rahim Yogyakarta, dan masuk dalam ruang yang bernama Malioboro, salah satunya ialah sastrawan Umbu Landu Paranggi yang meninggalkan jejak yang kuat bagi Malioboro serta masyarakat sastra di Yogyakarta, sehingga memiliki julukan sebagai presiden Malioboro
Sigit Sugito seorang sastrawan dan budayawan mencoba untuk membangkitkan ketokohan Umbu dan Malioboronya , sehingga ia menginisiasi acara diskusi dan baca puisi untuk mengenang Umbu Landu Paranggi . Kegiatan tersebut berlangsung di Jogja Library jalan Malioboro pada Jumat (9/8-2024).
Alangkah indahnya jika ada ruang untuk melihat kembali bagaimana sastra dan budaya menjadi kekuatan dan sumber inspirasi , bagi warga Yogyakarta , dan Umbu merupakan simbol kekuatan sastra budaya di Yogyakarta dan Malioboro adalah tempat bertumbuhnya , ujar Sigit .
Kegiatan yang dihadiri oleh berbagai tokoh masyarakat , diantaranya Syauqi Suratno anggota DPD RI yang akan datang serta beberapa anggota DPRD kota Jogja .
Dalam sambutan pengantarnya Syauqi mengemukakan bahwa untuk mewujudkan ruang yang cukup kuat bagi perjalanan sastra di Yogyakarta, semua pihak harus bergandengan tangan , sehingga akan meringankan langkah nya .
Sementara Priyo Salim budayawan asal Kotagede mengemukakan bahwa penciptaan ruang sastra di tengah pertumbuhan dan arus ekonomi akan menjadi tantangan besar.
Malioboro kita kenal sebagai pusat perekonomian dan memiliki orientasi tersendiri untuk menjadi sukses, standar keberhasilan tentu saja dfilihat dengan pertumbuhan angka angka, hal ini akan bertolak belakang dengan penciptaan ruang sastra dan budaya , dan inilah masalahnya , papar Priyo .
Sementara itu Rommy Haryanto dari Kadin DIY mengemukakan bahwa kebijakan yang akan diambil oleh pemnerintah sangan mungkin bisa di dialogkan , agar Malioboro yang merupakan bagian penting dalam Sumbu Filosofis memiliki kekuatan budaya , yang menjadi dasar pengembangan DIY dengan kekuatan kebudayaannya .
Kegiatan juga diisi dengan pembacaan puisi (dwi)