Anggota DPRD DIY Lilik Syaiful Ahmad (kaos putih )bersama perwakilan PKL/ist
EKONOMI
Disambati 400 PKL Kulonprogo. Lilik Syaiful Ahmad : Mari Tegakkan Aturan Secara Proporsional , Profesional dan Manusiawi
By Dwijo Suyono
JOURNALJOGJA-KULONPROGO- Seperti yang telah diberitakan Pemkab Kulonprogo menutup kawasan Alun-alun Wates (Alwa) selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Minggu (4/7/2021). Penutupan dilaksanakan oleh personil gabungan dari Satpol PP, Polres, Kodim 0731 dan Dinas Perhubungan Kabupaten Kulonprogo.
Tidak kurang dari 400 pedagang kakli lima yang diwakili dari berbagai komunitas yang berjualan di Kulonprogo, terutama di seputaran Alun-alun Wates Senin sore (5/7-2021) mengadukan nasibnya kapada wakil rakyat DPRD DIY Lilik Syaiful Ahmad, terkait dengan penutupan kawasan Alun Alun Wates untuk berjualan.
Kepada anggota DPRD DIY ini salah satu perwakilan pedagang yakni Yohanes Wid mengungkapkan bahwa semua pedagang merasa prihatin terkait dengan pandemi ini, tetapi menurut nya ada beberapa hal penting yang juga harus diperhatikan pemerintah Kulonprogo, sehingga warga masyarakatnya bisa berjalan bersama , dan tidak menimbulkan kesan terlalu kaku.
Kami siap untuk melaksanakan Prokes ketat bahkan jika mungkin kami minta diawasi oleh satgas demi prokes ketat, bahkan kami juga sanggup untuk menjalankan aturan tidak makan di tempat, ujar Yohanes Wid .
Hal senada juga diungkap oleh Supangat yang juga merupakan PKL menjelaskan bahwa kehidupan mereka sangat tergantung kepada usaha yang dilakoni ini, sehingga jika mereka harus tutup total , sebaiknya pemerintah juga memberikan solusinya karena PPKM darurat hingga 20 Juli mendatang , nah siapa yang akan memcukupi kebutuhan harian kami hingga tanggal terebut selama 2 minggu , padahal kami juga memiliki keluarga , ujarnya .
Anggota DPRD DIY Lilik Syaiful Ahmad yang menjadi tempat curahan hati para pedagang tersebut mengemukakan bahwa sebaiknya Pemda Kulonprogo juga mampu melihat aturan secara Proporsional , Profesional dan Manusiawi.
Artinya bahwa Pemda mampu melihat hal tersebut bukan dengan kacamata kuda , tetapi dengan proporsional , misalnya dalam aturan tersebut masih dimungkinkan untuk tidak makan ditempat serta menggunakan Prokes yang ketat , ya jangan ditutup tetapi kuatkan pengawasan prokesnya , dan saya tadi mendengar bahwa para pedagang tersebut juga bersedia kok, profesional ialah bahwa pihak sat gas atau pemda juga menjadi pengawas yang profesional kepada masyarakat , misalnya terkait jam operasional dan standar pelayanan prokes, dan yang terakhir kami minta Pemda juga memiliki “ senses of empati, “ atau nurani sehingga kebijakan penutupan akan memiliki mematikan rejeki lo , beda dengan kita atur dan awasi agar faktor kesehatan terjaga dan ekonomi juga berjalan “ urai anggota Fraksi Partai Golkar DPRD DIY ini.
Lebih jauh Lilik yang juga merupakan salah satu inisiator ramainya Alun Alun Wates dengan berbagai fasilitasnya mengemukakan bahwa hal yang memprihatinkan terkait ditutupnya tempat ibadah masjid.
Tempat kita inikan masih masuk pedesaaan lah , sehingga pelarangan ibadah dimasjid bisa menjadi sesuatu yang negatif bagi pemerintah, dirinya mengemukakan bahwa masjid atau langgar di desa desa tidak banyak jamaahnya .
Berapa sih jumlah jamaah yang ada di kampung paling banyak kan ya 30 an ,monggo jika mau diatur menjadi beberapa periode Shalat, dan saya yakin semua masyarakat juga paham tentang bahaya pandemi ini, hajatan juga bisa diatur kan tamunya , kenapa kita tidak mampu mengatur jamaah masjid kita sendiri jadi “ mbok ya o” dipikirkan kembali terutama bagi pesantren pesantren yang ada masjidnya “ ujar Anggota Komii C DPRD DIY ini.
Lebih jauh Lilik akan berusaha memperjuangkan apirasi para PKL ini demi hajat hidup orang banyak
Rangkaian persoalan PKL yang tidak bisa berdagang ini cukup panjang mata rantainya , dan semuanya berjuang untuk kebutuhan hidup yang mendasar, tegasnya . (dwi)
jogja